Page 5 of 365
Kemarin teman Mamak
ketika aktif sebagai kader Posyandu berkunjung ke rumah, namanya Kak Yanti.
Sesuai tata krama, aku menyalami beliau dan kemudian beliau mengucapkan selamat
atas kelulusanku menjadi CPNS di BKN, mungkin Mamak yang bercerita.
Setelahnya kami
berbincang tentang ini dan itu termasuk soal pengalamanku mengikuti
seleksi CPNS 2017. Ada satu pertanyaan yang membuatku malu ketika mendengarnya.
Dengan suara melengking dan sedikit medhok
jawa beliau bertanya.
“Masyaallah, rejeki kali ya Pit bisa lulus di BKN. Apalah yang kau buat
itu selama tes? Banyak-banyak Tahajjud ya? Pastilah ya Tahajjudnya kencang.”
I’m so speechless, yeorobun. Rasanya bagai melihat berita dating Oppa dari Dispatch. Heol.
Hahaha. Aku hanya tersenyum karena tidak punya jawaban atas pertanyaan beliau.
Aku serius, aku memang tidak melakukan sesuatu yang istimewa sebagai usaha
untuk lulus tes kali ini.
Alasannya? Hopeless.
Sudah lebih dari tiga
tahun sejak aku wisuda dari Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU dan
aku belum pernah mendapatkan kontrak pekerjaan dari perusahaan mana pun. Di
tahun pertama setelah kelulusan aku masih job
seeker yang penuh semangat membara, penolakan demi penolakan tidak menjadi
masalah bagiku. Ikhtiar jalan, apalagi doa. Aku melamar ke seluruh lowongan
pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi yang kumiliki. Jobstreet, Medan Loker,
Pos Kerja, segala situs yang memberitakan lowongan pekerjaan selalu ku buka
setiap harinya. Setiap ada job fair
pasti selalu aku datangi, tidak masalah harus membayar tiket masuk atau pun
berdesakan di Pendopo USU yang panas itu asalkan lamaran kerjaku diterima oleh
pihak perusahaan. Aku melamar di berbagai perusahaan mulai dari perusahaan
lokal, perusahaan multinasional, perusahaan swasta, BUMN, sampai pemerintahan
tidak ada yang ingin ku lewatkan satu pun.
Memasuki tahun ke dua
semangatku agak kendor apalagi setelah kehilangan Ayah untuk selamanya. Aku
seperti kehilangan semangat hidupku. Kehilangan motivasi suksesku. Tapi
kemudian aku bangkit lagi, aku mulai lagi melamar pekerjaan ke setiap lowongan
yang ada. Saat itu kebanyakan lowongan pekerjaan berasal dari BUMN. Begitu
dinyatakan lulus berkas aku selalu googling
pengalaman orang-orang yang sudah pernah mengikuti tes di perusahaan tersebut
dan mengikuti tips dan saran mereka untuk belajar sebagai persiapan tempur.
Alhamdulillah seluruh rangkaian tes tertulis maupun FGD bisa aku selesaikan
dengan baik. Namun setiap menghadapi wawancara yang biasanya merupakan tahapan
penentu aku selalu gagal. You know how it
feels? I’m so dissapointed but I don’t know to whom, is it me? Is it the
company? Or is it just the situation?
Setelah selalu kecewa
setiap membuka pengumuman akhir seleksi lamaran kerja, aku tidak lupa
mengevaluasi diri untuk ke depannya melakukan perbaikan. Do you know what did I find? I didn’t find anything bad. My grade was
good, even it’s the highest among 2010 student of Public Administration
Departement. Pengalaman organisasi aku juga banyak dan aku berpengalaman
sebagai pengurus inti organisasi. Pengalaman berkerja? Tentu saja aku punya,
semasa kuliah aku pernah bekerja part-time
di sebuah perusahaan non-profit yang berasal dari New Zealand, setelah
tamat kuliah aku juga tetap berkegiatan meski tidak secara resmi sebagai
asisten peneliti Mr. Robinson Sembiring, dosen ku ketika kuliah dulu.
Kemudian teman satu
persatu sudah menemukan kesuksesannya, aku tidak punya teman lagi untuk
berjuang bersama-sama melamar pekerjaan. Satu persatu mulai upload foto menggunakan baju dinas, foto
liburan, foto gathering bersama tim
kantor, foto anniversary perusahaan,
dsb.
Belum lagi mendengar
pertanyaan dan pernyataan yang menurutku ditanyakan hanya karena mereka
penasaran bagaiamana aku menjalani hidup dan biasanya pertanyaannya kurang
membangun seperti;
“Fitri kok masih sering ke
FISIP? Apa gak kerja?”
Mau jawab aku kerja
di FISIP bingung juga kalau ditanya kerja sebagai apa? Wong gak pernah ada kontrak.
“Lho, kan si Fitri paling pintar kok belum kerja?”
Pertanyaan diatas
bukan untuk dijawab. Benarkan? Itu masih belum ada apa-apanya dibanding pernyataan
berikut ;
“This is! Maybe this kind of your personality made you rejected in
every interview session. You are bla bla bla.”
Intinya beliau bilang
keperibadianku bermasalah. Astaghfirullah. I’ve
already in inferiority state dan beliau dengan ganasnya mengatakan kata-kata
itu. Ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga pula, sudah tau luka di dalam hatiku
sengaja kau siram dengan air garam. #NowPlaying-
LaguMbakKristina gatau judulnya. #DangdutanDiPojokKamar.
Aku yakin sekali
kejadian yang begitu bagi orang-orang yang sedang tidak di posis aku saat itu
akan direspon begini;
“Thank you ya atas perhatiannya. Masih proses nih. Doain ya.”
Aku pengennya bisa
menjawab ikhlas itu tapi malah semakin membuatku merasa aku hanyalah seonggok
manusia yang useless. Ternyata
tidak mudah menjadi ikhlas di segala suasana.
Tak jarang tanpa alasan yang
jelas tiba-tiba aku menangis di jalan setelah pulang kursus, atau menangis
dibalik selimut sebelum tidur. Dan biasanya kalau sudah kejadian seperti ini Ratih
one of my best sekaligus teman
sekamar ku pasti merasa horor serba salah karena dia tidak tau apa-apa tapi
akunya tiba-tiba sudah mewek. Drama
syekali hidup kak Pipit ini ya pake nangis-nangisan.
Di tahun ketiga aku
tetap menjadi asisten peneliti di kampus dan malah ada peningkatan, aku
ditawari masuk ke kelas sebagai asisten dosen. Mr. Robinson dan dosen-dosen
lain yang sering berpapasan di ruang dosen FISIP USU memberikan motivasi dan
semangat kepadaku untuk melanjutkan studi S2 karena menurut beliau-beliau
tersebut aku bisa mengembangkan potensiku untuk menjadi dosen profesional, ntah
itu di luar sana atau balik ke FISIP lagi. Aku yang sudah terlalu lelah melamar
pekerjaan di luar sana akhirnya banting stir fokus ke persiapan seleksi
beasiswa terutama LPDP. Bersama salah satu Asdos dari Departemen Ilmu Politik,
namanya Kak Siti, aku sibuk mempersiapkan segala persyaratan yang dibutuhkan.
Essay dan surat rekomendasi telah rampung hanya tinggal sertifikat TOEFL, tapi
cobaan Allah belum berakhir yeorobun.
Skor yang dipersyaratkan oleh LPDP adalah 500 untuk tujuan universitas DN dan
skor yang aku raih itu 497, waktunya sudah tidak cukup lagi untuk ujian ulang
dan aku menyerah. Demi apa semua usahaku digagalkan oleh skorku yang minus 3???
Selama tiga tahun aku
memang tidak protes atas cobaan yang Allah berikan, aku hanya meminta Allah
tetap memberiku kekuatan untuk menghadapi segala cobaan yang diberikannya.
“... Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak
sanggup kami memikulnya... “
Itu doa yang selalu
aku panjatkan pagi dan petang kepada Allah.
Tapi akhirnya aku lelah, aku
melayangkan protes kepada Allah, bagaimana bisa usahaku selama ini tidak
membuahkan hasil apa pun? Bagaimana bisa Allah tidak melihat air mata ku selama
ini? Apakah doa-doaku tidak cukup? Apakah ikhtiarku kurang keras? Apakah
penantianku selama 3 tahun ini masih harus diperpanjang? Apa Allah tidak
memperhatikan bahwa aku sudah tidak kuat lagi menanggung cobaan ini? Aku
benar-benar protes kepada Allah, bahkan sampai ngambek. Ibadahku ala kadarnya,
pikiranku kacau, kesedihanku menjadi-jadi mengalahkan pemeran utama drakor yang
lagi patah hati. Astaghfirullah. Jangan ditiru ya.
Setelah aksi protesku
aku tetap menjalani hidup, tanpa ekspektasi apapun lagi. Terakhir aku melamar
pekerjaan di Jiwasraya, aku lulus sampai tahap wawancara akhir. Tapi aku tidak
datang ke wawancara akhir karena tidak dapat restu dari Mamak, ntah apa yang dipikirkan
Mamak saat itu. Kecewa? Tentu saja, aku sangat butuh pekerjaan tapi ketika
kesempatan sudah di depan mata aku malah melewatkannya. Banyak keinginan yang
harus aku wujudkan dengan penghasilan sendiri, atau setidaknya aku harus
melanjutkan hidupku dengan usahaku sendiri, menurutku.
Bicara soal
melanjutkan hidup, aku tersadar bahkan ketika aku tidak punya sesuatu yang
disebut penghasilan selama tiga tahun ini aku tetap hidup, bernafas dan tampak
bahagia. Bukankah Allah tetap memberikan rejeki kepadaku? Meski itu tidak
langsung ke tanganku. Sejak saat itu aku mencoba berdamai dengan diri ku
sendiri terutama dengan pikiranku. Akhirnya aku juga berdamai dengan Allah.
Perdamaianku dengan diriku dan Allah tetap saja belum merubah statusku, masih
saja pengangguran. Namun perasaanku sedikit membaik dan aku mulai melamar
pekerjaan kembali.
Alhamdulillah setelah
tiga tahun wisuda akhirnya ada lowongan CPNS, aku mendaftar. Mempersiapkan
segala persyaratan yang dibutuhkan dan belajar untuk menghadapi rangkaian
seleksinya. Hubunganku dengan Allah
sudah mulai ku perbaiki, aku mulai berdialog lagi dengan Allah melalui doa-doaku.
Meski hati kecilku ingin sekali lulus aku tidak memintanya kepada Allah. Aku
percaya janji Allah itu pasti, aku pernah membuktikannya. Aku hanya tidak
percaya pada diriku sendiri, maka aku memutuskan untuk tidak memintanya kepada
Allah. Ntah lah.
Ketika berdoa, aku
hanya menyampaikan sejenis notifikasi kepada Allah bahwa aku akan ikut seleksi
CPNS, aku sudah belajar dengan baik. Allah sudah melihat usahaku kan? Terserah
Allah mau apa selanjutnya, Allah Yang Maha Tahu apa yang baik atau buruk untuk
hambanya. Itu saja, tidak ada permintaan khusus.
Benar-benar tidak ada
ekspektasi apa pun lagi, yeorobun.
Yang penting persiapan aja semaksimal mungkin supaya tidak ada penyesalan di kemudian
hari karena menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Aku tahajjud tapi tidak
panjang, aku sholat dhuha tapi tidak banyak. Aku berharap tapi khawatir. Haha.
Aneh memang. Akhirnya pengumuman
akhir tiba, aku dinyatakan lulus sebagai Analis Kepegawaian Pertama di BKN
Kanreg XIII Banda Aceh. Alhamdulillah aku langsung sujud syukur dan menyadari
kebodohanku selama ini.
Allah bukan tidak sayang padaku, aku saja yang tidak
percaya diri bahwa aku sekuat itu. Allah hanya sedang memberikan ujian kepadaku
untuk melihat apakah aku pantas naik kelas kehidupan atau tidak.
Bukankah buah yang
matang lebih manis? Tapi kau harus bersabar merawatnya. Begitu kan?
Janji Allah pasti,
bersabarlah sedikit diriku sayang.
“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia
mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya....” (QS. Al-Baqarah; 286)
Semoga kalian yang
sibuk bergulat dengan cobaan kehidupan juga akan memenangkan pertarungan
kalian. Aku mendoakan yang terbaik buat kalian.
Keselamatan atas
kalian. Peace for you.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
XOXO
Komentar
Posting Komentar